Berita

Fraksi PDI Perjuangan Paparkan Pandangan Umum Berkaitan 5 Raperda Baru


HumasDPRD – Dalam Rapat Paripurna di Gedung DPRD Kota Bandung, Rabu, 6 November 2024, Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan) menyampaikan pandangan umum terkait lima Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) baru usulan wali kota Bandung.

Kelima Raperda itu yakni Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembudayaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan; Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyelenggaraan Reklame; Rancangan Peraturan Daerah tentang Pengelolaan dan Pelestarian Cagar Budaya Kota Bandung; Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Bandung; Rancangan Peraturan Daerah Kota Bandung tentang Pencabutan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015-2035.

Rapat paripurna ini dipimpin oleh Wakil Ketua II DPRD Kota Bandung, Dr. H. Edwin Senjaya S.E., M.M., bersama Wakil Ketua I DPRD Kota Bandung, Toni Wijaya, S.E., S.H., serta dihadiri para Anggota DPRD Kota Bandung. Hadir dalam rapat paripurna itu, Pj Wali Kota Bandung A. Koswara beserta Sekda Kota Bandung dan jajaran pimpinan OPD.

Pandangan Umum PDI Perjuangan

Fraksi PDI Perjuangan dengan tegas menegaskan komitmennya untuk melaksanakan Pembudayaan Ideologi Pancasila dan Wawasan Kebangsaan sebagai landasan dalam pembangunan daerah. Sesuai dengan Pasal 6, Pemerintah Daerah memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pembudayaan ideologi ini. Hal ini merupakan cerminan dari keinginan untuk menjadikan Pancasila sebagai jiwa dan karakter bangsa Indonesia. Pembudayaan Pancasila harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, melibatkan seluruh perangkat daerah yang terkait, seperti yang diatur dalam Pasal 7, yang mencakup kesatuan bangsa dan politik, pendidikan, kepemudaan, serta kebudayaan dan pariwisata. Dengan demikian, ideologi Pancasila tidak hanya tersemat dalam teks, tetapi juga menjadi bagian dari praktik sehari-hari dalam kehidupan masyarakat.

Lebih jauh, pembudayaan ideologi ini ditujukan kepada berbagai elemen masyarakat, termasuk siswa, organisasi politik, aparatur sipil negara, dan tokoh masyarakat, sebagaimana tercantum dalam Pasal 8. Ini menunjukkan bahwa Pancasila harus menjadi nilai bersama yang dipahami dan diterapkan oleh semua lapisan masyarakat. Dalam implementasinya, pembudayaan Pancasila dilakukan melalui berbagai jalur pendidikan—baik formal, nonformal, maupun informal—seperti diatur dalam Pasal 9.

Kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler di sekolah harus mencerminkan nilai-nilai Pancasila, sehingga generasi muda tidak hanya memahami secara teoritis, tetapi juga mampu menginternalisasi dan mengamalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Fraksi PDI Perjuangan percaya bahwa pendekatan yang mengutamakan partisipasi, kesetaraan, dan keterbukaan, seperti yang diatur dalam Pasal 15, adalah kunci keberhasilan pembudayaan ideologi Pancasila.

Dengan mengikutsertakan masyarakat dalam proses ini, kita dapat menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap ideologi yang menjadi dasar negara. Fraksi PDI Perjuangan juga mendorong pemanfaatan teknologi informasi dalam proses pembudayaan ini, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 14, sehingga ideologi Pancasila dapat lebih mudah diakses dan dipahami oleh semua kalangan, terutama generasi muda.

Fraksi PDI Perjuangan berharap, dengan melaksanakan kewajiban ini secara serius, Pancasila tidak hanya akan menjadi simbol, tetapi juga menjadi panduan dalam bertindak dan berperilaku di masyarakat, menciptakan bangsa yang bersatu, berdaulat, dan berkepribadian. Dalam rangka ini, peran serta masyarakat yang aktif juga sangat diperlukan untuk mendukung dan mendorong pembudayaan ideologi ini agar dapat berjalan dengan baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 18.

Raperda Reklame

Penyelenggaraan reklame di Kota Bandung perlu ditata dengan baik demi mewujudkan estetika kota yang sesuai dengan visi pemerintah daerah dan aspirasi masyarakat. Dalam konteks ini, penyelenggara reklame berhak atas informasi, pelayanan, dan perizinan yang jelas. Namun, tanggung jawab juga harus dipegang teguh, seperti memiliki izin penyelenggaraan, memastikan konstruksi aman, membayar pajak, dan menjaga keindahan sekitar titik reklame. Langkah-langkah ini penting agar reklame yang ditampilkan tidak hanya menjadi sarana promosi tetapi juga memperkuat estetika dan keselamatan kota, selaras dengan cita-cita PDI Perjuangan untuk pembangunan yang harmonis dan berpihak pada keindahan publik.

Setiap penyelenggara reklame di Kota Bandung memiliki hak untuk memperoleh informasi, pelayanan, perizinan, serta mengelola titik reklame sesuai ketentuan (Pasal 4). Namun, mereka juga diwajibkan memiliki izin penyelenggaraan, membangun konstruksi yang aman, menempatkan reklame pada titik yang disetujui, serta membayar pajak reklame (Pasal 5 Ayat 1). Selain itu, kewajiban lainnya meliputi pemeliharaan reklame agar tetap aman, menjaga kebersihan, serta menanggung kerugian jika ada dampak dari penyelenggaraan reklame. Bagi yang melanggar ketentuan ini, akan dikenakan sanksi administratif berupa teguran, penghentian kegiatan, pencabutan izin, hingga pembongkaran reklame (Pasal 5 Ayat 2-4). Langkah-langkah ini mencerminkan pentingnya kepatuhan dalam penyelenggaraan reklame agar keindahan dan keselamatan kota tetap terjaga, sesuai dengan nilai-nilai PDI Perjuangan yang menekankan pembangunan kota yang ramah dan tertib.

Dalam aspek penempatan, titik reklame diatur dengan rinci. Reklame dapat ditempatkan di dalam maupun di luar sarana dan prasarana kota, seperti pada tempat pemberhentian angkutan, jembatan penyeberangan, taman, atau menempel pada bangunan (Pasal 11 Ayat 1-3). Reklame permanen di lahan perseorangan atau aset pemerintah juga harus sesuai dengan estetika, keamanan, dan rencana tata ruang wilayah (Pasal 12 Ayat 2). Penempatan reklame di kendaraan, baik motor maupun non-motor, harus memenuhi syarat teknis serta keamanan (Pasal 14).

Ketentuan ini bertujuan untuk memastikan bahwa reklame di Kota Bandung tidak hanya berfungsi sebagai media promosi tetapi juga sejalan dengan perencanaan kota yang mendukung lingkungan yang estetis dan nyaman. Ini sejalan dengan ajaran Bung Karno tentang keindahan ruang publik yang harus merepresentasikan keharmonisan dan kemandirian bangsa dalam menata kotanya.

Di sisi lain, ketentuan terkait peletakan titik reklame telah diatur secara spesifik agar tidak mengganggu fungsi kota dan lingkungan. Reklame permanen harus memperhatikan estetika, keserasian bangunan, dan rencana tata ruang. Dengan adanya aturan yang rinci mengenai penempatan reklame, pemerintah diharapkan mampu menciptakan lingkungan yang tertata, bersih, dan mendukung kebutuhan informasi masyarakat tanpa mengorbankan nilai budaya kota. Ini sesuai dengan ajaran Bung Karno tentang pentingnya menjadikan ruang publik sebagai cermin dari kemandirian bangsa dalam menampilkan identitasnya.

Raperda Cagar Budaya

Dalam konteks pelestarian cagar budaya, terdapat hak dan kewajiban setiap orang yang diatur dalam Pasal 8 hingga Pasal 26, yang menjadi landasan penting bagi pengelolaan dan pelestarian cagar budaya di daerah kita. Setiap individu berhak melakukan perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya, termasuk benda, bangunan, struktur, situs, dan kawasan cagar budaya. Hal ini tidak hanya mencakup hak untuk mendapatkan informasi terkait pengelolaan dan pelestarian, tetapi juga kewajiban untuk menjaga kelestarian dan mencegah kerusakan pada cagar budaya yang dimiliki.

Lebih lanjut, dalam Pasal 9, dinyatakan bahwa setiap orang wajib menjaga kelestarian benda, bangunan, dan situs cagar budaya. Pelanggaran terhadap ketentuan ini dapat dikenakan sanksi administratif, mulai dari teguran tertulis hingga pencabutan izin usaha.

Dengan adanya ketentuan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih bertanggung jawab dalam menjaga warisan budaya yang ada. Sanksi yang tegas menunjukkan komitmen kita untuk melindungi cagar budaya sebagai bagian dari identitas dan warisan budaya bangsa.

Di sisi lain, terdapat insentif dan kompensasi bagi pemilik atau pengelola cagar budaya yang telah melakukan upaya pelindungan, sesuai dengan ketentuan Pasal 11 dan Pasal 12. Insentif tersebut dapat berupa fasilitas perpajakan, advokasi, atau bentuk penghargaan lainnya. Hal ini menciptakan motivasi bagi masyarakat untuk lebih aktif dalam melestarikan cagar budaya, yang tidak hanya bermanfaat bagi pemilik tetapi juga bagi masyarakat luas dan generasi mendatang.

Kemudian, kriteria pengelolaan cagar budaya diatur dalam Pasal 13 hingga Pasal 19, yang mencakup berbagai jenis cagar budaya dan syarat yang harus dipenuhi untuk diusulkan sebagai cagar budaya. Dalam hal ini, penting bagi kita untuk memastikan bahwa benda atau situs yang diusulkan memenuhi kriteria yang ditetapkan, agar cagar budaya yang dilestarikan benar-benar memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi.

Kepemilikan dan penguasaan cagar budaya diatur dalam Pasal 20 hingga Pasal 26, dengan menegaskan bahwa setiap orang dapat memiliki dan menguasai cagar budaya sepanjang tidak bertentangan dengan fungsi sosial. Ketentuan ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan cagar budaya, sekaligus melindungi warisan budaya dari ancaman yang mungkin muncul.

Dengan mengedepankan pengelolaan dan pelestarian cagar budaya, kita tidak hanya menjaga warisan sejarah, tetapi juga menguatkan identitas dan jati diri bangsa. Melalui kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan pemangku kepentingan, diharapkan pelestarian cagar budaya dapat dilakukan secara berkelanjutan dan efektif, mencerminkan semangat ideologi PDI Perjuangan dan ajaran Bung Karno dalam melestarikan nilai-nilai budaya bangsa.

Raperda Perangkat Daerah

Dalam upaya mewujudkan tata pemerintahan yang baik, penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah harus diselaraskan dengan visi dan misi kepala daerah. Wali Kota dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) harus berkolaborasi dengan Perangkat Daerah untuk mencapai kinerja optimal berdasarkan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya. Hal ini sejalan dengan penerapan sistem akuntabilitas kinerja yang bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2021 yang menjadi dasar penyusunan perangkat daerah di Kota Bandung perlu dikaji ulang untuk mengakomodasi dinamika regulasi serta kebutuhan pemerintahan yang berkembang.

Dengan terbitnya beberapa peraturan, seperti Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya Kebakaran dan Bencana, serta Peraturan Presiden No. 33 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional, sangat penting untuk melakukan penataan kelembagaan. Penambahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) dan perubahan nomenklatur Dinas Kebakaran dan Penanggulangan Bencana menjadi Dinas Kebakaran dan Penyelamatan adalah langkah strategis untuk meningkatkan efektivitas penanganan bencana.

Selain itu, perubahan Badan Perencanaan Pembangunan menjadi Badan Perencanaan Pembangunan, Riset, dan Inovasi Daerah mencerminkan kebutuhan akan inovasi dalam perencanaan pembangunan di daerah.

Kedua perubahan ini menegaskan komitmen Pemerintah Kota Bandung dalam menciptakan pemerintahan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan Perangkat Daerah yang baru dibentuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif, optimal, efisien, dan berkualitas. Perubahan ini tidak hanya akan meningkatkan kinerja pemerintahan, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan daerah yang lebih berkelanjutan dan inklusif, sesuai dengan amanat ideologi PDI Perjuangan yang selalu mengutamakan kepentingan rakyat.

Sehubungan pandangan di atas, Fraksi PDI Perjuangan meminta wali kota Bandung menjelaskan:

1. Bagaimana perubahan dalam Peraturan Daerah ini dapat menciptakan koordinasi yang lebih baik antar instansi pemerintah dalam melaksanakan urusan pemerintahan, serta bagaimana hal ini mendukung efektivitas pengawasan dan pengendalian fungsi perangkat daerah?

2. Sejauh mana regulasi ini mencerminkan kewenangan daerah sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945, dan bagaimana kontribusinya dalam menjaga ketenteraman serta keamanan lingkungan di Kota Bandung?

Raperda RDTR

Penyelenggaraan penataan ruang memiliki tujuan fundamental dalam menciptakan integrasi berbagai kepentingan yang bersifat lintas sektor, lintas wilayah, dan lintas pemangku kepentingan. Hal ini tercermin dalam proses penyusunan rencana tata ruang yang harus mampu memaduserasikan antara struktur dan pola ruang. Dalam konteks ini, penataan ruang bertujuan untuk menyelaraskan kehidupan manusia dengan lingkungan, mewujudkan keseimbangan pertumbuhan dan perkembangan antardaerah, serta menciptakan kondisi peraturan perundang-undangan yang mendukung iklim investasi dan kemudahan berusaha.

Sejalan dengan perkembangan regulasi yang ada, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 yang telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dinyatakan bahwa rencana detail tata ruang perlu ditetapkan melalui peraturan kepala daerah setelah mendapatkan persetujuan substansi dari pemerintah pusat.

Oleh karena itu, untuk memastikan kepastian hukum serta menciptakan tertib peraturan perundang-undangan, perlu adanya pencabutan terhadap Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam konteks Kota Bandung, pencabutan ini merujuk pada Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015-2035.

Dengan adanya pencabutan ini, diharapkan dapat membuka ruang bagi perencanaan tata ruang yang lebih adaptif dan responsif terhadap dinamika yang terjadi, baik dari sisi kebutuhan masyarakat maupun perkembangan yang terjadi di lapangan. Hal ini juga menciptakan kesempatan untuk penyusunan rencana tata ruang yang lebih relevan dan berorientasi pada keberlanjutan pembangunan di Kota Bandung. Melalui langkah ini, pemerintah daerah dapat lebih optimal dalam melaksanakan fungsinya dalam pengelolaan ruang, sehingga mendukung terwujudnya pembangunan yang berkelanjutan dan berdaya saing tinggi.

Sehubungan pandangan di atas, Fraksi PDI Perjuangan meminta wali kota Bandung menjelaskan:

1. Bagaimana pencabutan Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2015 dapat memberikan kepastian hukum dan meningkatkan efektivitas pengaturan tata ruang di Kota Bandung, serta apa saja implikasi yang ditimbulkan terhadap pelaksanaan pembangunan dan investasi di daerah ini?

2. Sejauh mana pencabutan peraturan ini mencerminkan responsivitas pemerintah daerah terhadap perubahan kebutuhan dan dinamika masyarakat serta lingkungan, dan bagaimana hal ini berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan di Kota Bandung?

3. Dalam konteks pengembangan wilayah, bagaimana pencabutan Peraturan Daerah tersebut dapat berkontribusi pada integrasi berbagai kepentingan lintas sektor dan pemangku kepentingan, serta bagaimana koordinasi antar instansi terkait diharapkan dapat ditingkatkan melalui peraturan tata ruang yang baru?

Kesimpulan

Kesimpulan ini menggarisbawahi pentingnya ideologi PDI Perjuangan yang berakar pada pemikiran Bung Karno, yang menekankan keadilan sosial dan demokrasi yang mendalam. Dalam konteks pembangunan daerah, ideologi ini mendorong terciptanya masyarakat yang sejahtera, beradab, dan menghargai hak-hak individu. Bung Karno meyakini bahwa pembangunan harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan, bukan sekadar berfokus pada infrastruktur.

Oleh karena itu, PDI Perjuangan perlu mengedepankan nilai-nilai luhur ini dalam setiap kebijakan yang diambil, termasuk dalam pengaturan reklame. Dalam hal ini, penting untuk mengatur penempatan dan tata kelola reklame secara bijaksana, mencerminkan kepentingan publik dan lingkungan.

Aturan administrasi yang jelas dalam pengelolaan reklame akan mencegah penyalahgunaan dan mendukung keindahan kota, sejalan dengan ajaran Bung Karno yang menekankan pentingnya estetika dan ketertiban.

Lebih lanjut, pengelolaan dan pelestarian cagar budaya menjadi salah satu aspek yang sangat krusial dalam RPJPD. PDI Perjuangan harus berkomitmen untuk melindungi dan melestarikan cagar budaya sebagai bagian dari identitas nasional.

Bung Karno mengajarkan bahwa budaya adalah roh bangsa yang perlu dijaga, dan pelestarian ini harus diintegrasikan dalam perencanaan jangka panjang agar generasi mendatang dapat mengenal dan menghargai warisan budaya mereka.

Dalam rangka menyesuaikan struktur pemerintahan dengan dinamika masyarakat, perubahan kedua atas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Bandung juga perlu dipertimbangkan. Langkah ini mencerminkan komitmen PDI Perjuangan untuk menciptakan pemerintahan yang responsif, di mana setiap elemen masyarakat, termasuk perempuan, memiliki kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan.

Pencabutan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kota Bandung Tahun 2015-2035 menunjukkan kesadaran akan pentingnya menyesuaikan kebijakan dengan realitas sosial yang ada.***






Source link